Pemilikan Tanah Secara Warisan.
www.anitarohmahshmkn.comm ANITA ROHMAH SH MKN |
Sering sekali timbul pertanyaan mengenai bagaimana proses pemilikan ataupun peralihan hak yang diperoleh secara warisan. Oleh karena itu, saya merasa perlu untuk menuliskannya secara khusus melalui artikel ini.
Secara umum, pertanyaan mengenai pemilikan tanah secara warisan ini dapat kelompokkan berdasarkan kondisi perolehannya, yaitu:
1. Sertifikat masih terdaftar atas nama Pewaris dan akan dibalik nama ke seluruh ahli waris
2. Sertifikat masih terdaftar atas nama pasangan pewaris (suami/isteri pewaris)
3. Sertifikat sudah terdaftar atas seluruh ahli waris dari pewaris (sudah dibalik nama),namun akan di lepaskan ke salah seorang ahli waris saja.
Sedangkan kelompok berikutnya adalah mengenai cara peralihan atau cara memperoleh tanah berdasarkan warisan tersebut, yang meliputi:
1. Bagaimana cara peralihan hak atas tanah warisan yang diperoleh dari kakek/nenek mereka atau
2. Bagaimana jika ahli waris ada beberapa orang dan sertifikat akan dibalik nama ke atas nama salah satu ahli waris saja atau
3. Bagaimana jika tanah warisan atas nama bapak/ibu akan dijual apakah seluruh ahli waris harus hadir, dan bagaimana jika ada salah seorang ahli waris yang tidak dapat hadir pada saat penandatanganan akta jual belinya di hadapan PPAT
4. Pajak-pajak apa saja yang harus dibayarkan oleh ahli waris?
Oleh karena itu, mari kita bahas satu satu ya..
1. Sertifikat masih terdaftar atas nama pewaris.
Dalam hal ini, contohnya: seorang bernama Amir misalnya memiliki sebidang tanah.
Amir memiliki isteri (Betty) dengan 4 orang anak (Cici, Didi, Edi, Fifi). Kemudian
Amir meninggal pada th 2007 dan tak lama kemudian Fifi meninggal th 2008. Dimana
Fifi memiliki 1 orang anak yang masih hidup bernama Gugun.
Dengan meninggalnya Amir, tanah tersebut mau di balik nama ke atas nama seluruh ahli waris dari Amir, yaitu: Betty, Cici, Didi, Edi dan Gugun (sebagai pengganti dari Fifi). Setiap terjadinya kematian, maka yang harus dilakukan adalah pembuatan surat kematian dari kelurahan (untuk pribumi) dan dengan akta Notaris (untuk WNI keturunan). Oleh karena pewarisnya ada 2 orang, yaitu Amir dan Fifi, maka keterangan waris tersebut harus dibuat 2 buah, yaitu atas nama Amir dan atas nama Fifi.
Setelah dimiliki surat kematian dan surat keterangan waris tersebut, maka proses yang harus di lakukan adalah:
1. Pembayaran BPHTB waris sebesar
{(NJOP – nilai tidak kena pajak untuk waris) X 5%} x 50%
Catatan: nilai tidak kena pajak untuk waris di tiap daerah berbeda. Untuk Jakarta
misalnya sebesar Rp. 300jt.
2. balik nama ke seluruh ahli waris (Betty, Cici, Didi, Edi dan Gugun).
ika tanah tersebut akan dijual, setelah dibuatkan proses tersebut di atas, bisa langsung di jual ke pembeli dengan menggunakan cara dan syarat jual beli sebagaimana pernah saya uraikan dalam artikel mengenai jual beli.
Proses di atas juga bisa langsung dilakukan sekaligus dengan jual beli. Misalnya, tanah tersebut masih terdaftar atas nama Amir, kemudian tanah tersebut akan dijual langsung oleh ahli waris Amin tersebut, maka proses yang dilakukan adalah proses jual beli tanah warisan. Jadi bisa dilakukan sekaligus, walaupun pada proses di BPN nantinya, balik nama nya tetap dilakukan 2 kali.
II. Sertifikat Masih Terdaftar Atas Nama Pasangan Pewaris.
Dalam kasus ini, sertifikat terdaftar atas nama Amir, namun isterinya yaitu Betty meninggal dunia. Sedangkan anak mereka ada 2 orang, yaitu Cici dan Didi.
Karena tanah tersebut terdaftar atas nama orang yang masih hidup, maka atas sertifikat tanah tersebut tidak perlu dilakukan balik nama ke seluruh ahli waris, seperti yang telah diuraikan pada point I artikel sebelumnya. Namun, tetap harus dibuatkan Surat Keterangan Waris (untuk pribumi) oleh lurah/Camat dan Surat Keterangan waris secara Notariil (untuk WNI keturunan).
Bagaimana jika tanah tersebut akan dijual atau dijaminkan?
Karena sebagian dari tanah tersebut adalah harta bersama, maka jika ingin dilakukan penjualan atau misalnya tanah tersebut akan dijadikan sebagai agunan di bank, maka seluruh ahli waris yang lain (dalam kasus di atas: Cici dan Didi) harus hadir untuk memberikan persetujuan. Dalam hal salah seorang ahli waris (Didi misalnya) tidak bisa hadir di hadapan Notaris pembuat akta tersebut (karena berada di luar kota), maka Didi dapat membuat Surat Persetujuan di bawah tangan yang dilegalisir notaris setempat atau dibuat Surat persetujuan dalam bentuk akta notaris.
II. Sertifikat sudah atas nama seluruh ahli waris, namun akan dialihkan ke salah seorang ahli waris.
Sebagai contoh: sertifikat atas nama Amir. Karena Amir meninggal dunia, maka sertifikat harus di balik nama ke atas nama isterinya (Betty), dan kedua orang anaknya (Cici dan Didi) – lihat artikel sebelumnya.
Namun, dalam hal ini Cici ingin membeli bagian Betty dan Didi. sehingga nantinya sertifikat bisa atas nama Cici sepenuhnya.
Dalam hal tersebut, maka tahapan yang harus dilakukan adalah:
1. Tetap dibuatkan keterangan waris
2. Pembayaran BPHTB waris sebesar
{(NJOP – nilai tidak kena pajak untuk waris) X 5%} x 50%
Catatan: nilai tidak kena pajak untuk waris di tiap daerah berbeda. Untuk Jakarta misalnya sebesar Rp. 300jt.
3. balik nama ke seluruh ahli waris (Betty, Cici dan Didi).
4. dibuatkan akta Pembagian Hak Bersama secara PPAT (agar sertifikat tersebut dapat di
balik nama ke atas nama Cici)
5. Untuk proses tersebut, Cici harus membayar
– Pph sebesar = 2/3 x (NJOP x 5%) dan
-BPHTB sebesar = 2/3 x (NJOP – NTKP) x 5%
6. Pelaksanaan balik nama ke atas nama Cici.
Jika kondisi sertifikat masih atas nama Amir, kemudian Cici akan langsung membeli bagian dari Betty dan Didi, maka proses di atas bisa dilakukan sekaligus (bersamaan). Namun demikian, tidak ada yang bisa dilewati.
artikel ini sudah terbit di : https://irmadevita.com/2008/pemilikan-tanah-secara-warisan-2/