Menyongsong Hari Raya Qurban dengan Meneladani Nabi Ibrahim AS
Menyongsong Hari Raya Qurban dengan Meneladani Nabi Ibrahim AS Melalui Totalitas Sebagai Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik.
Idul Adha adalah sebuah hari raya dalam agama Islam untuk memperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS) bersedia mengorbankan putranya Ismail sebagai wujud kepatuhan terhadap Allah SWT. Sebelum Nabi Ibrahim AS mengorbankan putranya, Allah SWT menggantikan Ismail dengan domba. Untuk memperingati kejadian ini, hewan ternak disembelih sebagai kurban setiap tahun. Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Zulhijah pada penanggalan kalender Hijriah. Pada hari Idul Adha, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Id bersama-sama di tanah lapang atau di masjid. Setelah salat, penyembelihan hewan kurban dilaksanakan. Sepertiga daging hewan dikonsumsi oleh keluarga yang berkurban, sementara sisanya disedekahkan atau dibagikan kepada orang lain.
Esensi dari Idul Adha dalam pekerjaan sangat sarat makna, dan ada dalam keseharian kita sebagai Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik
1. Totalitas dalam Loyalitas
Kita memahami bahwa, Idul Adha disebut pula sebagai Idul kurban atau Lebaran Haji yang ditandai oleh para jamaah haji dari seluruh dunia dengan berkumpul melaksanakan wukuf di padang Arafah. Salah satu ujian utama dalam hidup Nabi Ibrahim AS adalah menerima perintah Allah SWT untuk mengorbankan putra kesayangannya. Perintah ini diterima Nabi Ibrahim AS melalui mimpi yang terus berulang. Nabi Ibrahim AS tahu bahwa ini adalah perintah dari Allah SWT dan dia memberi tahu putranya, seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an. Dalam QS As Saffat ayat 102 Allah SWT berfirman “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”.
Selama masa persiapan, setan menggoda Ibrahim dan keluarganya dengan mencoba menghalangi mereka untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Ibrahim kemudian mengusir setan dengan melemparkan kerikil ke arahnya. Untuk memperingati penolakan mereka terhadap setan, batu-batu dilemparkan dalam lontar jumrah dalam ibadah haji. Ketika melaksanakan penyembelihan, pisau Ibrahim tidak dapat melukai Ismail. Allah SWT kemudian mengganti Ismail dengan seekor hewan sembelihan. Hal ini telah diabadikan dalam QS As Saffat ayat 103-107 yang berbunyi “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.
Apa yang bisa diteladani dari Nabi Ibrahim AS sesungguhnya patut diterapkan dalam bekerja sebagai Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik, karena totalitas beliau dalam melaksanakan perintah Nya berdasar keyakinan dan niat terbaik untuk memberikan yang terbaik. Dalam kehidupan sehari-hari, loyalitas ditunjukkan dengan melaksanakan Amanah dengan baik sehingga juga menjadi suri tauladan di lingkungan unit kerja.
Kisah keteladan lainnya dari Nabi Ibrahim, yaitu ketika Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya, Siti Hajar bersama Nabi Ismail AS putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan di suatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Sementara Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu di suatu tempat paling asing. Yaitu di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri Palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupun istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.
Keikhlasan dalam menjalani ujian yang ditunjukkan Nabi Ibrahim AS dan isterinya, Siti Hajar, mencerminkan perilaku ikhlas seorang Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik dengan berbekal keyakinan bahwa ujian yang dirasakan tidak akan pernah melewati takaran kekuatan manusia. Keyakinan tersebut merupakan perwujudan dari totalitas dalam loyalitas.
2. Totalitas dalam Integritas
Idul Adha dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah). Setelah gelar Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal baktinya!”. Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Sementara dalam Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “Milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”
Menurut hemat penulis, apa yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS merupakan bentuk totalitas hamba-Nya dengan melaksanakan perintah Allah SWT sebagai bukti ketaatan dan kepatuhan terhadap Allah SWT. Nilai-nilai spiritualitas yang terkandung pada ketaatan dan kepatuhan Nabi Ibrahim AS pada perintah Allah SWT bisa diambil ibroh atau hikmahnya oleh Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik. Sebagai Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik yang merupakan aset pemerintah sudah seharusnya terus meningkatkan kualitas pelayanan. Fungsi dan peran Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik sebagai pelayan masyarakat harus terus ditingkatkan.
Apa yang bisa diteladani dari Nabi Ibrahim AS dari hal di atas? Nabi Ibrahim AS betul-betul melaksanakan perintah Allah SWT dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT
Totalitas, adalah tekad yang perlu dimiliki seorang Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik yang nantinya menguatkan profesionalismenya
Nilai-nilai spiritualitas ini sangat diharapkan melekat pada diri Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik sehingga muncul sifat-sifat akuntabilitas, mau dikritik, memperbaiki diri, transparan. Harapannya adalah agar Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik menjadi paripurna dan memiliki totalitas pengabdian bagi bangsa, negara, dan masyarakat sebagai bagian dari pengabdiannya kepada Sang Khalik. Setinggi apapun amanah atau jenjang jabatan yang diemban, setiap individu Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik bekerja dengan mengingat sebab tujuan penciptaan manusia yang utama yaitu untuk senantiasa beribadah serta bertakwa hanya kepada Allah SWT. Hal ini termaktub dalam firman Allah yang diabadikan dalam QS Al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".
Penciptaan manusia di bumi oleh Allah SWT yaitu untuk menjadi khalifah sesuai dengan firman Allah SWT pada QS Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Tentunya tugas sebagai khalifah di bumi ini sangat berat sehingga setiap manusia harus memiliki kemampuan mengelola alam semesta sesuai amanat yang diemban sebab kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Dan dengan totalitas kita sebagai Pejabat yang Berwenang Membuat Akta Otentik , tanggung jawab itu sebaiknya disadari sejak kita menjalani Amanah dalam bekerja, mewujudkan nilai spiritualitas dan mencontoh teladan Nabi Ibrahim AS di masanya.