Notifikasi
Tidak ada notifikasi baru.

Pembelian Rumah Melalui Developer Di Areal Perumahan

notaris anita


 Firman dan Lina, pasangan muda yang baru saja memiliki seorang anak, sedang mencari rumah yang cocok untuk tempat tinggal mereka. Setelah datang ke pameran real estate dan survei di sana sini, juga mencari-cari informasi dari teman-temannya, pilihan mereka  jatuh pada  rumah cluster yang ditawarkan oleh Pengembang PT. ABC.  Rumah cluster yang ditawarkan hanya sekitar 20 unit dan lokasinya di daerah Cirendeu,  tidak jauh dari lokasi kantor Firman di sekitar Lebak Bulus. Pada saat akad kredit dijelaskan oleh Notaris yang ditunjuk oleh Pengembang, bahwa tanah tempat berdirinya perumahan cluster tersebut merupakan tanah yang sudah dibebaskan oleh PT ABC. “Begini Pak, karena tanah perumahan cluster berasal dari sertifikat tanah induk, jadi harus dipecah dulu sertifikatnya. Saat ini sertifikat tanah induk berstatus HGB, jadi nanti kalau sertifikatnya sudah dipecah statusnya akan sama dengan status sertifikat tanah induknya,” ujar Notaris.

“Tapi saya akan membelinya dengan fasilitas kredit dari bank, bu.. Berapa lama prosesnya sampai saya bisa memiliki seluruh surat-surat kepemilikan atas rumah yang saya beli?”, Firman.

“Oh,.. kalau melalui bank, tentunya kita harus memenuhi terlebih dahulu segala prasyarat yang ditentukan oleh Bank yang akan memberikan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ke bapak,”

“Mengapa harus melalui proses penggabungan dan pemecahan ya bu? Kan jadinya lama.. padahal saya inginnya seperti beli rumah second biasa dari perorangan, dimana setelah saya bayar harganya dan lakukan AJB serta baliknamanya, saya sudah bisa terima asli sertifikat atas nama saya”, Firman agak ragu sambil membolak balik brosur perumahan yang di minatinya.

Pembaca, makin tingginya kebutuhan masyarakat akan perumahan tidak jauh dari kota, membuat para pengembang juga berupaya membuat berbagai macam perumahan dari mulai apartemen sampai cluster perumahan di pinggiran kota Jakarta. Dalam membangun sebuah perumahan, pengembang akan mempersiapkan lahannya terlebih dahulu. Jika areal perumahan tersebut luas, biasanya perumahan tersebut berasal dari beberapa sertifikat dan dari beberapa orang pemilik lahan. Masing-masing lahan dimaksud bisa saja memiliki status tanah yang berbeda-beda. Misalnya ada yang masih berstatus tanah girik, tanah bekas hak barat yang belum dikonversi, selain tanah-tanah yang sudah bersertifikat dan berstatus Hak Milik (SHM), ataupun Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Pakai (HP).

Dokumen-dokumen kepemilikan atas tanah tersebut biasanya ada yang lengkap, ada juga yang hanya terdiri dari secarik surat keterangan garapan saja. Untuk dapat memperoleh semua tanah yang akan dipergunakan sebagai perumahan, pengembang akan melakukan “pembebasan lahan”, yaitu membeli tanah-tanah dimaksud dengan berbagai cara, entah itu melalui jual beli biasa, maupun melalui pelepasan hak.

Setelah seluruh tanah di areal yang akan dijadikan sebagai lokasi perumahan dibebaskan, maka selanjutnya tanah-tanah tersebut digabungkan dan disertifikatkan atas nama Pengembang dengan status Hak Guna Bangunan (HGB). Mengapa Hak Guna Bangunan? Karena biasanya pengembang bukan perorangan, melainkan badan hukum PT; sedangkan PT hanya bisa memiliki tanah dengan status HGB. Penggabungan dari beberapa hak atas tanah yang berasal dari berbagai jenis hak ke dalam 1 sertifikat tersebut disebut “Sertifikat Induk”.

Proses Pembelian Rumah Melalui Kredit Pemilikan Rumah

Saat tanah di kaveling-kaveling dan dipasarkan berikut bangunan, sertifikat induk itu dipecah atas nama konsumen (pembeli). Pecahan sertifikat induk tersebut masih bertatus HGB, mengikuti status induknya. Dalam praktik, biasanya konsumen membeli rumah di areal perumahan tersebut melalui dengan cara mencicil melalui Bank yang bekerjasama dengan pengembang. Untuk itu konsumen harus mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui bank yang telah bekerjasama dengan pengembang (selanjutnya untuk memudahkan kita sebut: “Bank” saja ya). Pada saat melakukan transaksi jual beli dan penanda-tanganan akad kredit KPR dengan Bank, dokumen kepemilikan berupa asli sertifikat tanah (yang sudah dipecah) beserta dokumen lain seperti IMB dan akta jual beli (AJB), baru akan diterima oleh Bank dari pengembang dalam jangka waktu sekitar 6 sampai 12 bulan sejak konsumen melunasi bea balik nama (BBN). Namun jangka waktu itu tidak seragam antara satu pengembang dengan pengembang lainnya. Karena biasanya pengembang melakukan proses pemecahan sertifikat setelah hampir semua rumah yang dibangunnya terjual habis. Setelah itu, barulah pengembang melakukan pemecahan sekaligus.  Jika sertifikat selesai dipecah, maka pecahan-pecahan yang sudah dijual belikan dan dibiayai oleh Bank tertentu yang menjadi rekanan pengembang, akan diserahkan ke Bank berkenaan.

nsumen yang membeli rumah dari pengembang tersebut selanjutnya membayar cicilan bulanan kepada Bank sesuai dengan jangka waktu yang tertera dalam Perjanjian Kredit KPR nya. Rumah yang dibeli oleh konsumen dijadikan sebagai jaminan pelunasan kewajiban pembayaran cicilan dari konsumen yang merupakan debitur dari Bank yang berkenaan.

Kapan konsumen menerima asli dokumen kepemilikan?

Selama fasilitas kredit yang diterima oleh konsumen (Debitur Bank) belum lunas seluruhnya, maka seluruh dokumen kepemilikan atas rumah yang dibelinya masih disimpan di Bank dan dijadikan sebagai jaminan. Setelah kredit lunas, barulah bank bisa menyerahkan dokumen-dokumen kepemilikan rumah dimaksud.

 

artikel
Anita Rohmah,S.H.,M.Kn.,C.Me
Anita Rohmah,S.H.,M.Kn.,C.Me
Saya adalah seorang istri serta ibu dari anak- anak saya yang cantik dan tampan, saya menyukai dunia hukum,teknologi, & juga menyukai kegiatan sosial.
Gabung dalam percakapan
Posting Komentar